Label

Kamis, 03 Mei 2012

FRAKTURA




I. Latar Belakang

 Fraktur adalah salah satu gangguan musculoskeletal yang umum yang disebabkan oleh trauma. Dengan semakin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia maka mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan lalu-lintas. Kecelakaan lalu-lintas sering menyebabkan trauma kecepatan tinggi dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ-organ lain. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, kecelakaan domestic, dan kecelakaan/cidera olahraga.

II. Anatomi dan Fisiologi Tulang
 Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan merupakan tempat untuk melekatnya otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Pada bagian tengah tulang juga terdapat rongga yang berisi jaringan hematopoetik, yang membentuk sel-sel darah.
 Komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organik ( kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang (osteoid) sekitar 70% terdiri dari kolagen tipe I, yang sifatnya kaku dan memberikan kekuatan pada tulang. Bahan organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan, seperti asam hialuronat.
Tulang memiliki tiga jenis sel, yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang ( jaringan osteoid ) melalui proses osifikasi. Ketika tulang sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblast mensekresikan alkali fosfatase yang berperan mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian alkali fosfatase akan masuk ke aliran darah, sehingga kadar alkali fosfatase dalam darah dapat menjadi indikator pembentukan tulang setelah mengalami fraktur atau pada kasus metastasis keganasan tulang.
 Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang berperan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklast adalah sel yang memungkinkan mineral dan matriks tulang diabsorbsi, dengan kata lain, osteoklast mengikis tulang. Osteoklast menghasilakn enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam darah.
 Permukaan dalam tulang diliputi suatu selaput yang dinamakan endostium dan permukaan luarnya diliputi selaput yang dinamakan periosteum. Di sebelah dalam tulang terdapat rongga sumsum ( cavum medullare) yang berisi sumsum tulang kuning( medulla ossium flava) pada tulang panjang orang dewasa dan berwarna merah( medulla ossium rubra) pada tulang pendek dan gepeng.
 Menurut bentuknya tulang dapat dibagi dalam:
1. ossa longa ( tulang panjang) : tulang dengan ukuran panjangnya terbesar,misalnya humerus.
2. ossa brevia( tulang pendek ): tulang yang ketiga ukurannya sama besar, misal: ossa scarpi
3. ossa plana ( tulang gepeng ) : tulang yang ukurannya lebarnya terbesar, misalnya: os parietal
4. ossa pneumatika ( tulang berongga): tulang yang berongga berisi udara, misalnya os maxilla
Jika sebuah tulang kita bedah, maka tampak bahwa tulang itu terdiri dari suatu lapisan luar yang padat atau kompak adalah substansi compacta dan suatu lapisan berlubang ialah substansia spongiosa. Pada tulang gepeng kedua lapis substansia compakta dinamakan tabula eksterna dan tabula interna, sedangkan substansia spongiosa yang terdapat diantaranya disebut diploe.
 
  www.faculty.southwest.tn.edu

Metabolisme tulang dipengaruhi oleh beberapa hormon, diantaranya hormon paratiroid, estrogen, glukokortikoid. Peningkatan kadar hormon paratiroid akan menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorbsi dan masuk ke aliran darah. Selain itu, peningkatan hormon paratiroid juga meningkatkan aktivitas osteoklas secara perlahan-lahan, sehingga terjadi demineralisasi tulang. Hormon estrogen mempengaruhi osteoblas, sehingga penurunan estrogen setelah menopause akan menurunkan aktivitas osteoblastik, yang menyebabkan penurunan matriks tulang. Fungsi osteoblas juga tertekan apabila dilakukan pemberian glukokortikoid dalam dosis besar. 
III. FRAKTUR
III.1 Definisi
 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

III.2 Etiologi
 Terdapat faktor penting yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor ekstrinsik terdiri dari durasi, arah, dan besarnya kekuatan. Faktor instrinsik terdiri dari kapasitas absorpsi energi, modul, elastisitas, fatigue, kekuatan tulang dan densitas tulang.
Sehingga fraktur dapat merupakan hasil dari:
1. trauma langsung
jika ada kekuatan yang langsung diaplikasikan ke tulang, seperti tapping fraktur( pada luka benturan), fraktur penetrasi( luka tembakan)
2. trauma tidak langsung
terjadi jika ada kekuatan yang terjadi jauh dari lokasi fraktur. Mekanismenya termasuk tekanan ( traksi), dan kekuatan rotasi.
3. stress fraktur
terjadi jika tulang menjadi sasaran tekanan yang berulang, sebenarnya tidak menyebabkan fraktur tetrapi secara akumulatif mengarah ke kelelahan.
4. fraktur patologis
tulang mempunyai kekuatan di bawah normal sehingga mudah patah, terjadi pada keadaan infeksi, keganasan,penyakit metabolisme tulang, dan operasi yang menyebabkan defek tulang.

II.3. Klasifikasi
 Fraktur dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal, yaitu:
  Berdasarkan garis patah terhadap korteks
a. Fraktur komplit
Garis patahan melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang.
b. Fraktur tidak komplit
Garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, seperti
 ”Hairline fracture” ( patah retak rambut)
 “Buckle fracture” atau “toruse fracture”, terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
 Greenstick frakture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya pada patah tulang panjang anak.
   
  Greenstick frakture Hairly line fracture
  Berdasarkan arah garis patah
a. garis patah melintang ( tranverse)
suatu fraktur komplit yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu tulang.
b. garis patah miring (obliq )
fraktur komplit yang melalui korteks secara diagonal
c. garis patah spiral
bila garis patah terdapat mengelilingi sepanjang korteks 
d. garis patah kompresi  
pada vertebra akibat tumbukan keras  
e. fraktur avulsi
akibat tarikan otot pada insersinya di tulang
 
  Berdasarkan jumlah garis patah
a. fraktur sederhana ( simple )
hanya terdapat satu garis patah
b. fraktur komunitif
garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
c. fraktur segmental
garis patah lebih dari satu, tetapi tidak berhubungan
d. fraktur multipel
garis patah lebih dari satu, tetapi terdapat pada tulang yang berlainan tempatnya
 
   
Simple fraktur Multipel fraktur  

  Berdasarkan hubungan antar fragmen
a. Fraktur undisplaced
Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser
b. fraktur displaced
terjadi pergeseran fragmen fraktur, terbagi menjadi:
-ad longitudinam cum contractionum, pergeseran searah sumbu dan saling bertumpuk
-ad axim, pergeseran membentuk sudut
-ad latum, pergeseran antar fragmen yang saling menjauhi

  Berdasarkan hubungan dengan dunia luar
a. fraktur tertutup
Bila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.


b. fraktur terbuka
bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.


  . Fraktur terbuka
Klasifikasi fraktur terbuka menurut R.Gustillo
Derajat I : Luka kurang dari 1cm, kerusakan jaringan lunak sedikit ( tidak ada tanda  
Remuk ), fraktur sederhana/ transversal/obliq/komunitif ringan dan kontaminasi ringan
Derajat II : Luka lebih dari 1cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, fraktur komunitif sedang, kontaminasi sedang
Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan yang luas, meliputi struktur kulit, otot, neurovaskuler, serta kontaminasi derajat tinggi.
a. jaringan lunak yang menutupi fraktur adekuat, meskipun terdapat laserasi luas atau fraktur segmental yang disebabkan trauma energi tinggi tanpa melihat besarnya luka
b. kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang terpapar atau kontaminasi masif
c. luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat jaringan lunak
  Berdasarkan umur penderita
1. Fraktur pada anak-anak, dapat mengenai lempeng epifisis sehingga dapat mengganggu pertumbuhan
2. fraktur pada orang dewasa, biasanya mengenai tulang panjang, karena aktifitas dan kecelakaan lalulintas
3. fraktur pada orang tua, biasanya mengenai vertebra atau collum femoris, karena osteoporosis pada tulang tersebut

III.4 Diagnosis
Anamnesa. 
Anamnesa harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi didaerah trauma dan mungkin fraktur terjadi di daerah lain.
 Trauma harus diperinci kapan terjadinya, dimana terjadinya, jenisnya, arah trauma dan posisi pasien atau ekstermitas bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari kepala, muka , leher, dada, perut.
Pemeriksaan fisik.
 Perlu diperhatikan adanya syok, anemia , perdarahan, kerusakan organ-organ lain, faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
Pemeriksaan lokal.
1. Inspeksi (look).
- Bandingkan dengan bagian yang sehat.
- Perhatikan posisi anggota gerak.
- Keadaan umum pasien secara keseluruhan.
- Ekspresi wajah karena nyeri.
- Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur 
  tertutup atau terbuka.
- Lakukan survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada oragan-organ lain.
- Perhatikan kondisi mental pasien.
2. Palapasi (feel).
 - Temperatur setempat.
 - Nyeri tekan, yang bersifat superficial biasanya disebabkan oleh kerusakan 
  jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
 - Krepitasi, diketahui dengan-perabaan dan harus berhati-hati.
 - Pemeriksaan vascular pada daerah distal trauma berupa palpasi.
3. Pergerakan (move).
  Dengan mengajak pasien untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma.
Pemeriksaan penunjang.
- Foto polos, minimal 2 sudut pandang (AP dan Lateral)
- CT scan.
- MRI.
Pada pemeriksaan radiografi, dapat mengikuti Rule of two:
  Dua gambaran
Termasuk dari anteroposterior ( AP ) dan lateral dari tempat luka, gambar ini harus tegak lurus.
  Dua sendi
Saat luka pada ekstrimitas, radiografi mencakup sendi sebelum dan sesudah luka. Karena dapat memungkinkan terjadinya fraktur atau dislokasi sendi yang bersangkutan
  Dua sisi
Radiografi mencakup dua sisi yang terluka dan sisi yang tidak terluka, sehingga dapat membantu diagnosa dan perawatan selanjutnya
  Dua kali
Pada waktu sebelum dan sesudah difiksasi, untuk melihat keberhasilan perawatan.
III.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada fraktur, maka diperlukan :
- Pertolongan pertama : yang penting dilakukan adalah dengan memperhatikan airway, breathing, circulation, disability pada pasien. Kemudian menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri.
- Penilaian klinis : dinilai apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf atau trauma alat-alat dalam lain.
- Resusitasi: kebanyakan penderita datang dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit dengan syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa pemberian tranfusi darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri.
Prinsip terapi fraktur
 1. Reduksi
Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur. Reposisi memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas angular dan rotasional. Reposisi mannipulatif biasanya dapat dilakukan pada fraktura ekstremitas distal (tangan, pergelangan tangan. kaki, tungkai), dimana spasme otot tidak berlebihan. Traksi bisa diberikan dengan plester felt melekat diatas kulit atau dengan memasang pin tranversa melalui tulang, distal terhadap ftaktur. Reduksi terbuka biasanya disertai oleh sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat & pin, batang atau sekrup.
Ada dua jenis reposisi, yaitu reposisi tertutup dan reposisi terbuka. Reposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan pemendekan, angulasi atau displaced. Biasanya dilakukan dengan anestesi lokal dan pemberian analgesik. Selanjutnya diimobilisasi dengan gips. Bila gagal maka lakukan reposisi terbuka dikamar operasi dengan anestesi umum.
Kontra indikasi reposisi tertutup:
  Jika dilakukan reposisi namun tidak dapat dievaluasi
  Jika reposisi sangat tidak mungkin dilakukan
  Jika fraktur terjadi karena kekuatan traksi, misalnya displaced patellar fracture.
2. Imobilisasi.
Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas atau dengan brace yang tersedia secara komersial. Pemasangan gips yang tidak tepat bisa menimbulkan tekanan kuIit, vascular, atau saraf. Semua pasien fraktur diperiksa hari berikutnya untuk menilai neurology dan vascular.
Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai imobilisasi dengan ektremitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai reduksi tercapai. Kemudian traksi diteruskan sampai ada penyembuhan yang mencukupi, sehingga pasien dapat dipindahkan memakai gips/brace.
3. Rehabilitasi
Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama merupakan
masalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot dan ligamentum berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu gips/bidai dilepaskan. Dianjurkan terapi fisik untuk 
 gerakan aktif dan pasif serta penguatan otot.
Penatalaksanaan
Terapi konservatif
a) Proteksi saja
Misalnya dengan menggunakan mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik
b) Imobilisasi luar tanpa reposisi
Dengan pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik
c) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Dapat dilakukan dengan anastesi umum atau anastesi lokal dengan menyuntikkan obat anastesi dalam hematom fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.
d) Reposisi dengan traksi
Dilakukan pada patah tulang yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali di dalam gips, misalnya pada patah tulang femur. Traksi ada dua jenis : traksi kulit dan traksi tulang. Setiap traksi harus disertai kontraksi, biasanya menggunakan berat badan pasien sendiri, yaitu dengan meninggikan bagian ekstrimitas yang di traksi, sehingga pembengkakan dapat berkurang dan mempercepat penyembuhan jaringan lunak.
Traksi kulit dilakukan dengan menggunakan plester yang direkat sepanjang ekstrimitas yang kemudian dibalut, ujung plester dihubungkan dengan tali untuk ditarik. Penarikan dilakukan dengan katrol dan beban yang tidak boleh lebih dari 5kg. Pada orang dewasa traksi kulit dimaksudkan untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan ORIF.
Traksi tulang dilakukan dengan menusukkan kawat (steinmann pin) pada tulang, lalu pin tersebut ditarik dengan tali, katrol dan beban. Pada fraktur femur pin steinmann dipasang pada distal femur atau proksimal tibia. Sedangkan pada fraktur tibia fibula, dipasang pada distal tibia atau kalkaneus.
  
e) Reposisi dengan cast
Reposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan disposisi, pemendekan atau terpuntir. Dapat dilakukan dengan traksi axis panjang pada tempat luka lalu menahan mekanisme luka/fraktur dengan imobilisasi cast atau splint. Cast atau splint dapat dibuat dari fiberglass atau plester of paris. Tahanan termasuk pada interposisi jaringan lunak dan hematom yang mungkin terjadi karena tekanan jaringan sekitarnya.
Terapi operatif
Indikasi terapi operatif:
- tindakan reposisi tertutup gagal dilakukan
- fraktur tidak stabil yang tidak dapat dipertahankan dengan reposisi tertutup
- cedera traumatik multipel 
- fraktur terbuka yang tidak stabil atau dengan komplikasi
- fraktur avulsi yang mengganggu hubungan tendon-otot atau ligamen
- fraktur intra artikuler displaced(>2mm)
- fraktur patologis
- nonunion atau malunion yang tidak dapat diperbaiki dengan reposisi tertutup
- adanya luka pada pembuluhdarah dan saraf
Kontraindikasi tindakan operatif:
- infeksi lokal atau sistemik
- tulang yang osteoporotik
- kondisi pasien yang tidak dapat dioperasi atau dianestesi
- kualitas buruk pada jaringan lunak sekitar fraktur, mungkin karena luka bakar atau infeksi. 
Beberapa hal yang harus dilakukan pada penanganan fraktur terbuka, diantaranya:
 bersihkan luka
 debridemant
 perawatan pada tulang yang fraktur ( reposisi)/ menutup luka
 pemberian antibiotika dan obat-obatan yamg lain
 pencegahan terhadap tetanus ( dengan memberikan TT atau ATS)

1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna ( ORIF-Open Reduction and Internal Fixation)
Pertama fragmen tulang direposisi sehingga mencapai garis normalnya lalu disatukan bersama dengan mur spesial atau dengan menempelkan plat metal pada lapisan luar tulang. Fragmen juga mungkin disatukan dengan memasukkan kawat kedalam bagian tengah tulang. Metode ini dapat mereposisi fraktur sangat tepat.
 Keuntungan yang diperoleh adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar
  Indikasi:
- fraktur yang tidak dapat sembuh atau bahaya vaskular nekrosis tinggi
- fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
- fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
 
  2.Reposisi tertutup
  -reposisi tertutup-fiksasi eksterna
  -reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna
Pada fiksasi eksterna bagian tulang yang fraktur dipertahankan dengan transfixing screw atau tension wire, yang dilekatkan melalui tulang di atasnya dan dibawah dari fraktur dan mengaitkannya pada suatu external frame. Biasanya hal ini dilakukan pada fraktur tibia dan pelvis tetapi metode ini juga digunakan pada fraktur femur, humerus dan distal radius.
   
  Indikasi dilakukan external fiksasi adalah:
  fraktur yang disertai dengan kerusakan berat dari jaringan lunak
  fraktur dengan cedera saraf atau pembuluh darah
  fraktur comminuted yang berat dan tidak stabil
  fraktur pelvis
  fraktur dengan infeksi, yang dengan internal fixation tidak bisa
  multipel trauma dengan komplikasi serius

  3.Excisional Arthroplasty
  Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
  4.Excisi fragmen dan pemasangan endoprothesia

 Kirschner wires
Biasa digunakan untuk terapi definitive dan sementara. Biasanya digunakan sebagai fiksasi untuk plate dan screw terutama fraktur sekitar sendi.
Dapat dipasang perkutaneus atau dengan mekanisme mini open. Metode ini cocok digunakan untuk fragmen kecil diregio metaphyseal dan epiphyseal, terutama pada fraktur di distal kaki, siku dan tangan.

Plate and screw
Ada 4 desain utama: 
  butter plates
biasa digunakan disekitar sendi untuk menyokong fraktur intraartikuler
  compression plates
digunakan pada tulang panjang dan pada operasi non union atau mal union
  Neutralization plates
Digunakan pada fraktur yang mencakup fibula, radius, ulna, humerus
  Bridges plates
Manajemen fraktur artikular


III.6 Proses Penyembuhan Fraktur
 Tahapan penyembuhan fraktur terjadi dalam beberapa tahap
I. Fase hematoma
- terjadi perdarahan disekitar patahan tulang yang disebabkan terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost
- terbentuk fibrin clot.
- Terjadi dalam detik

II. Fase inflamation
- dalam 8 jam sejak terjadinya fraktur adalah masa reaksi inflamasi akut sisertai adanya ploriferasi sel dibawah periosteal dan canalis medularis.
- Akhir daripada fragmen tulang dikelilingi jaringan seluler yang menhubungkan dengan sisi fraktur
- Clotted hematom perlahan diserap dan terjadi pertumbuhan kapiler baru disekitar area
- Dalam 1-2 minggu
III. Callus formation
- ploriferasi dari sel osteogenic dan chondrogenik
- terjadi pembentukan tulang
- terdapat osteoclast, yang membuang jaringan tulang yang mati
- peningkatan masa sel dengan tulang dan kartilago imatur, terbentuk callus pada permukaan periostel dan endosteal
- Dalam minggu sampai bulan
IV. Konsolidasi
- berlanjutnya proses osteoclastic dan osteoblastic dari tulang sampai terbentuk lamellar bone.
- Osteoblast membentuk trabekula yang melekat pada tulang dan meluas ke pecahan tulang lainnya
- Bagian yang patah dijembatani oleh tulang padat
- Dalam minggu sampai bulan
V. Remodelling
- terbentuknya kontur tulang yang baru dan utuh
- terjadi selama berbulan-bulan, bertahun-tahun
 
III.7 Komplikasi
Komplikasi akibat trauma langsung terbagi atas:
 komplikasi awal
  komplikasi lokal
1. Trauma kulit:
a.luka superfisial: aberasi, laserasi, asekoriasi, luka tusuk
b. luka yang dalam: luka karena terkena bagian tulang yang fraktur
  2. Trauma pada pembuluh darah
  a. trauma pada arteri besar: memar dan spasme arteri
  b. trauma pada vena besar: memar
c.perdarahan lokal : ekterna dan interna ( hematoma, perdarahan intrakranial, hematotorak, hemoperitoneum dan hemarthrosis)
  3. Trauma pada saraf : otak, medula spinalis, saraf tepi
  4. Trauma pada otot: biasanya tidak komplit
  5. Trauma pada organ-organ dalam tubuh, dibagi menjadi:
  a. rongga torak: jantung, pembuluh darah,trakea, paru dan bronkus
  b. rongga abdomen: GI-tract, hati, limpa, UTI
  komplikasi lainnya
1. trauma multipel: trauma yang simultan dapat mengenai beberapa bagian tubuh
2. syok hemoragik


 Komplikasi yang timbul belakangan
  # komplikasi lokal:
1. komplikasi pada sendi
- kekakuan pada sendi yang menetap
- penyakit sendi degeneratif karena pos traumatik
2. komplikasi pada tulang
- penyembuhan fraktur yang tidak normal
 
a.Perlambatan penyembuhan patah tulang (delayed union)
b.Patah tulang tidak menyambung sama sekali meskipun ditunggu berapa lamapun (nonunion) sehingga terbentuk pseudoartrosis (sendi palsu)
c.Terjadi penyembuhan tetapi pertautan dalam posisi yang salah/terjadi deformitas seperti angulasi, perpendekan,rotasi. (malunion) 
- Gangguan pertumbuhan
- infeksi menetap
- osteoporosis post trauma
- fraktur berulang
3. komplikasi pada otot
- radanga otot karena proses penyembuhan setelah fraktur
- ruptur tendon yang terjadi di kemudian hari
4. komplikasi lain
- batu ginjal
- luka pada persarafan

Tidak ada komentar: