Label

Rabu, 21 Maret 2012



Satu-satunya payung hukum Kesehatan Hewan di Indonesia adalah Undang-Undang no.6 tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tetapi Undang-Undang ini tidak mencabut Staatsblad 1912 no.432 tentang : Campur tangan pemerintah dalam bidang Kehewanan. Prof M Suparwi, 1946 Dekan Fakultas Kedokteran Hewan & Peternakan Universitas Gadjah Mada di Klaten, Staatsblad 1912 no.432 disebut juga sebagai Undang-Undang Veteriner.
Lahirnya UU no.6 tahun 1967.
Penyusun UU no.6/1967 adalah para Dokter Hewan lulusan Fakultas Kedokteran Hewan dan adapula yang lulus dari Fakultas Kedokteran Hewan & Peternakan. Pada Departemen Pertanian adanya Jawatan Kehewanan Pusat dan didaerah Dinas Kehewanan. Pada pra Repelita I sudah dituntut peningkatan produksi bidang Peternakan bukan hanya Kesehatan Hewan saja yang dikelola oleh para Dokter Hewan. Masih terngiang pada telinga penulis ucapan kata-kata Menteri Pertanian Mr Sutjipto: Dokter Hewan tahunya hanya katurangga kuda, cantiknya kucing maupun anjing, bukan mengetahui bagaimana meningkatkan produksi daging, telur, susu dan produk ternak lainnya. Maka oleh para Dokter Hewan disusun suatu RUU Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan menitik beratkan kepada produksi Peternakan. Kesehatan Hewan hanya menunjang kesehatan hewan produksi atau peternakan. Begitu sempitnya masalah hewan: pada pasal 1 butir a.. UU no.6 tahun 1967, hewan adalah hewan yang hidup didarat. Pembangunan peternakan sebagai fokus utama dari UU no.6/1967 dan menganak tirikan Kesehatan Hewan. Sementara itu ruang lingkup Kesehatan Hewan hanya meliputi Kesehatan Hewan ansig atau Kesejahteraan Hewan melulu tanpa mempermasalahkan keterkaitannya dengan Kebahagian dan Kesejahteraan manusia-nya. Oleh para penyususun UU no.6/1967, masih tetap memberlakukan Staatsblad 1912 no.432 didalam menanggulangi Hewan dan Penyakitnya serta keterkaitannya dengan kebahagiaan & kesejahteraan manusia.
Menanggulangi Hewan dan Penyakitnya serta keterkaitannya dengan Kebahagiaan & Kesejahteraan manusia merupakan Rancangan Undang-Undang yang diusulkan PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia ) menjadi RUU Veteriner. Staatsblad 1912 no.432 beserta Staatsblad lainnya masih berlaku hingga saat ini di Indonesia hanya pada UU no: 16 tahun 1992…tentang Karantina telah mencabut Staatsblad 1912 no.432 dan Staatsblad lainnya dalam konteks per Karantinaan.

Makna Veteriner.
Ekosistem mahluk hidup Ciptaan Tuhan meliputi: manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan yang mengikuti hukum alam: keterikatan dan ketergantungan. Upaya Kesehatan Hewan didalam hubungan antara manusia dengan hewan yang disebut dengan Veteriner. Dibeberapa negara Undang-Undang tentang Kesehatan Hewan disebut Veterinary Act dan bukan menggunakan Animal Health Act. Dari sudut pandang arti kata: dalam kamus The Conteporary English-Indonesia oleh Drs Salim: Veterinary (di Indonesiakan: VETERINER) adalah berkenaan dengan pengobatan penyakit hewan. Sedangkan didalam kamus Medical Dictionary Blackistone: Veterinary atau veteriner berkaitan dengan pekerjaan seorang dokter hewan Veteriner adalah upaya menyehatkan hewan (Kesejahteraan Hewan) dan juga mensejahterakan serta membahagiakan manusia. Berbeda dengan pengertian Kesehatan Hewan hanya menyehatkan hewan saja.tanpa mensejahterakan/membahagiakan manusia. Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) memiliki moto: Manusyia meriga satwa sewaka berarti: Mensejahterakan dan membahagiakan manusia melalui kesehatan hewan. Moto PDHI sinkron dengan makna dari Veteriner. Dengan makna Veteriner , para penyusun Undang-Undang no.6 tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ditahun 60 puluhan tidak mencabut Staatsblad 1912 no.432 . Prof M Suparwi Dekan Pertama Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Gadjah Mada 1946 di Klaten Staatsblad 1912 no. 432 disebut Undang-Undang Veteriner. Pada tempatnyalah: RUU Kesehatan Hewan dirubah menjadi RUU Veteriner secara tersendiri
Berbagai tantangan sehingga diperlukan RUU Veteriner.
* Mengatasi penyakit busung lapar atau gizi buruk bagi balita , diberbagai daerah mulai bermunculan yang disebabkan oleh kekekurangan kalori dan protein (PCM).
Penyakit busung lapar disebabkan : ketidak mampuan dan ketidak tahuan. Pengalaman penulis ber-KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Kabupaten Gunung Kidul yang tertimpa busung lapar ditahun 50 puluhan . Upaya Kesehatan Hewan mengobati dan mencegah penyakit hewan milik petani juga diberikan manfaat dari mengkonsumsi unggas atau meminum susu kambing atau kerbau milik sendiri. Dimasa Orde Baru Bupati Gunung Kidul seorang Dokter Hewan menyatakan: Gunung Kidul sumber ayam buras dan kambing kacang untuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Hingga saat ini belum pernah diberitakan busung lapar di Kabupaten Gunung Kidul.
* Kesehatan Reproduksi Hewan., menghasilkan bibit hewan yang baik untuk meningkatkan produksi, menyehatkan hewan konservasi, mempertahankan plasma nuftah dalam menghadapi kemusnahan berbagai jenis hewan yang dilindungi. Tehnik Kesehatan Reproduksi pada hewan hanya dapat dilaksanakan oleh mereka yang memiliki kewenangan medis veteriner. Ahli reproduksi pada UU no.6/1967 tidak memiliki kewenangan medis meng-aplikasikan tehnik reproduksi pada hewan. Aplikasi tehnologi artificial insination pada hewan misalnya pada ikan, unggas, sapi, babi da lain-lain hanya dapat dilaksanakan pada mereka yang memiliki kewenangan medis veteriner atau bagi mereka yang telah memiliki limpahan kewenangan medis veteriner. Sehingga diperlukan adanya Undang-Undang Veteriner didalam mengahadapi tantangan Kesehatan Reproduksi Hewan.
* Pencegahan Penyakit Hewan Menular. berbagai penyakit hewan menular mewabah di Indonesia seharusnya memiliki payung hukum baik didalam pengobatan, pencegahan maupun mempertahankan Indonesia tetap bebas dari penyakit hewan menular. Indonesia adalah negara bebas penyakit Mulut dan Kuku (PMK) sejak tahun 1991 sesudah 100 tahun dari saat pertama sekali munculnya PMK di Malang pada tahun 1891. Indonesia juga bebas penyakit Sapi-gila, impor MBM (meat and bone meal) ilegal dari Spanyol yang diduga mengandung prion penyakit Sapi-gila tidak memiliki payung hukum didalam me-reekspor didalam rangka pencegahan penyakit Sapi-gila. Diperlukan UU Veteriner yang dapat memayungi : pengobatan, pencegahan dan mempertahankan tetap bebas dari suatu penyakit menular pada hewaan.
* Menghadapi ancaman berbagai Penyakit Zoonosis; berbagai penyakit zoonosis yang bermunculan secara global ada juga dijumpai di Indonesia seperti penyakit
HIV/AIDS, SARS, virus Nipah atau Batuk 1 km, penyakit Anthraks, Flu-burung dan sebagainya. Menurut OIE (Badan Kesehatan Hewan Dunia) penyakit zoonosis yang akan dapat mengancam dunia secara global. Penyakit zoonosis adalah penyakit hewan yang dapat dipindahkan kemanusia yang memiliki batas penularan serta juga memerlukan waktu untuk menjadi zoonosis. Misalnya penyakit Flu-burung memerlukan 119 tahun baru menjadi zoonosis sedang di Indonesia hanya memerlukan waktu 23 bulan. Disebabkan adanya penularan dari hewan kemanusia, dijumpai adanya batas penularan demikianpun adanya kewenangan medis. Pada HIV/AIDS batas penularan antar manusia walaupun pada mulanya berasal dari hewan yaitu gorila. Sumber penularan pada mulanya dari gorila, tatkala telah terjadi penularan antar manusia maka kewenangan medis veteriner diabaikan serta kewenangan medis pada manusia sebagai pokok utama diadalam penanggulangan. Penularan penyakit Flu-burung batas penularan dari hewan ke-manusia dan belum dijumpai penularan antar manusia tetapi kewenangan medis pada manusia sebagai garis depan dengan mengesampingkan kewenangan medis veteriner. Pada kenyataannya virus H5N1 dari penyakit Flu-burung hidup diunggas ditularkan antar unggas serta dapat ditularkan ke manusia tetapi belum ditularkan antar manusia. Sehingga diperlukan suatu Undang-Undang Veteriner didalam menanggulangi penyakit Zoonosis secara internal untuk menanggulangi dampak global..
* Kesehatan Masyarakat Veteriner, dalam rangka ketahanan pangan memperluas jaringan proses produk pangan hewani. Didalam kaitan dengan keamanan pangan tentang toksis kimia dan fisik seperti formalin, logam-logam berat seperti penyakit disebabkan pangan hewani yang mengandung Pb, Hg As dan lain-lain , obat-obatan hewan seperti kloramfenikol dalam udang sehingga Uni Eropa melarang ekspor udang Indonesia dalam pangan hewani dan sebagainya , zasad renik berupa prion, virus, bakteri dan parasit didalam pangan hewani. Baik untuk ketahanan pangan maupun keamanan pangan hewani memerlukan adanya rambu-rambu yang diatur didalam Undang-Undang Veteriner.
* Otoritas Veteriner dan Pelayanan Kesehatan Hewan, pada dunia medis dikenal adanya kewenangan medis atau yang disebut dengan medical authority. Medical authority hanya dimiliki oleh mereka yang berprofesi dokter atau dokter hewan. Kewenangan medis pada dunia kedokteran hewan disebut Veterinary Medical Authority atau Kewenangan Medis Veteriner yang dimiliki oleh Dokter Hewan. Kewenangan Medis Veteriner meliputi: anamnese, diagnosis, therapi dan prognosis dari penyakit hewan. Dalam Staatsblad 1912 no.432 disebut: Discundige atau di Indonesiakan: Ahli yang memiliki kewenangan. Sebagai contoh untuk meng-ekspor udang: health certificate atau Surat Kesehatan Hewan , pertama sekali harus diperiksa mereka yang memiliki Kewenangan Medis Veteriner dan Surat Keterangan Kesehatan Hewan ditanda tangani oleh mereka yang memiliki Otoritas Veteriner. Otoritas Veteriner dan Pelayanan Kesehatan Hewan memerlukan Undang-Undang Vetriner sebagai payung hukum.
* Mencegah agen bioterorisma, berbagai senjata biologis yang dipergunakan sebagai senjata bioterorisme sebagian terbesar bersumber dari penyakit hewan yang ditularkan kemanusia yang juga dijumpai di Indonesia. Seperti Bacilus anthraxis yang menyebabkan penyakit antraks baik pada hewan maupun pada manusia, Toxin dari Bacillus botulismus yang disebut Botox dipergunakan sebagai obat kosmmetik pada manusia, virus Flu-burung dan berbagai penyebab penyakit zoonosis lainnya . Dengan mudah diperoleh / diperbuat dan dipergunakan di Indonesia sehingga diperlukan rambu-rambu pembuatan dan penggunaan berupa Undang-Undang Veteriner.
* Pengawasan Organisme dan Produk Hasil Rekayasa Genetika, berbagai jenis hewan yang telah dihasilkan dengan rekayasa genetika misalnya doc (ayam umur satu hari) , ikan yang lebih tahan terhadap pembusukan, hormon yang dihasilkan dengan rekayasa genetika yang dapat meningkatkan produksi susu atau daging, untuk pengobatan misalnya obat insulin bagi amnusia dihasilkan dari hasil rekayasa genetika gen pankreas babi dengan Bakteria coli, gene terapi pada manusia, xenotransplantation atau transplantasi organ hewan yang dihasilkan melalui rekayasa genetika sehingga menyerupai organ manusia misalnya katub jantung babi, menghasilkan vaksin rekombinan sebagai hasil rekayasa genetika dan lain-lain.
Sehingga diperlukan rambu-rambu Undang-Undang Veteriner menghasilkan Organisme dan Produk Hasil Rekayasa Genetika didalam kaitan dampak kesehatan, ekonomi, lingkungan dan sosial.
Berbagai Undang-Undang yang masih berlaku di Indonesia dapat dipergunakan sebagai Penyangga RUU Veteriner.
1.Kecukupan, Peningkatan Produksi dan Keamanan Pangan Hewani, Ruang Lingkup dari RUU Veteriner dijumpai pada:
1.1. Undang-Undang no.7 tahun 1996, tentang Pangan.
1.2. Undang-Undang no.6 tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
1.3. Undang-Undang no.31 tahun 2004 tentang Perikanan.
1.4. Undang-Undang no.23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Menyehatkan Hewan
2.1. Undang-Undang Kehutanan no. 41 tahun 1999 yang telah dirubah
menjadi UU no.1 tahun 2004 .
2.2. Undang-Undang Konservasi Alam no.5 tahun 1990.
2.3. Undang-Undang Perikanan no.31 tahun 2004.
2.4.Undang-Undang no.6 tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan.
2.5. Staatblads 1912 no.432 tentang Campur tangan Pemerintah
terhadap bidang Kehewanan.
2.6. Undang-Undang Kesehatan no.32 tahun 1992.
2.7. Undang-Undang no.4 tahun 1984 tentang Penyakit Menular
2.8. Undang-Undang no. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan
Tumbuh-tumbuhan.
3.Kesehatan Hewan Konservasi, Satwa Liar dan Hewan Laboratorium.
3.1. Undang-undang Koservasi Alam no.5 tahun 1990.
3.2 . Undang-undang no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
4.. Lembaga Otoritas Veteriner dan Pelayanan Kesehatan Veteriner
4..1. Staatblads 1912 no.432
4..2. Undang-Undang no.32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.
5. Pemcegahan Bioterorisme .
Hanya dijumpai pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
UUno.1 tahun 2002 tentang Pembrantasan Tindak Pidana Terorisme
6. Hasil Rekayasa Genetika dan Produknya .
6.1. Undang-Undang no. 5 tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation
on Biologic Diversity.
6.2. Undang-Undang no.3 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
6.3. Peraturan Pemerintah no. 21 tahun 2005 tentang Keamanan Hayati
Produk Rekkayasa Genetika.
RUU Veteriner sebagai perpanjangan tangan Konvensi Internasional.
1.Kesepakatan Cartagena mengenai Organisme dan Produk Rekayasa Genettika.
2. Pengawasan agen bioterorisme.
3. Kesiap Siagaan menghadapi pandemi Influenza disebabkan Flu-burung.
4. Menghadapi United Nation on Biologic Diversity
5. Menghadapi Sanitary and Phytosanitary dari WTO
6. Dan lain-lain.
Dari berbagai tantangan yag dihadapi, adanya Undang-Undang yang masih berlaku sebagai penyangga dan dipergunakan sebagai perpanjangan tangan Konvensi Internasional : Indonesia memerlukan UU Veteriner dan bukan UU Kesehatan Hewan.

Tidak ada komentar: