Label

Rabu, 28 Maret 2012




Sapi ternak adalah hewan ternak anggota familia Bovidae dan subfamilia Bovinae. Sapi dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai bahan pangan. Hasil sampingan, seperti kulit, jeroan, dan tanduknya juga kemudian dimanfaatkan. Di sejumlah tempat, sapi juga dipakai untuk membantu bercocok tanam, seperti menarik gerobak atau bajak.
Sapi ternak saat ini merupakan keturunan dari jenis liar yang dikena  sebagai  Auerochse  atau Urochse  (bahasa Jerman berarti "sapi kuno", nama ilmiah: Bos primigenius), yang sudah punah di Eropa sejak 1627. Sapi ternak meski banyak jenisnya tetapi umumnya digolongkan menjadi satu spesies saja. (www.wikipedia.co.id)
Banyaknya jenis sapi, baik lokal dan juga yang telah didomestikasikan menyebabkan bertambahnya semangat para peternak untuk tetap menggiatkan dan mengangkat derajat sapi dan juga selalu memperkenalkan jenis jenis sapi baik sapi perah maupun sapi pedaging kepada masyarakat luas.
Berikut ada beberapa contoh – contoh sapi :
a.       Brahman Bull merupakan variasi dari sapi Brahman. Sapi ini berasal dari India dan merupakan binatang yg dianggap suci, namun dalam perkembangannya Brahman Bull banyak dikembangkan di Amerika. Sapi Brahman Bull yang ada di Indonesia berasal dari Amerika. Secara umum Brahman Bull relatif tahan terhadap penyakit dan mempunyai variasi wana kulit yang beragam dari yang berwarna putih, coklat sampai yang kehitaman, Brahman memiliki kualitas karkas yang bagus. Bobot jantan rata-rata 800 kg sedangkan bobot betina rata-rata 550 kg.
b.      Angus merupakan sapi yang mempunyai tingkat kualitas karkas yang sangat bagus, serta mempunyai ketahanan terhadap penyakit dan merupakan keturunan dari sapi Brahman. Sapi ini masuk ke Indonesia melalui Selandia Baru. Bobot rata rata pejantan angus 900 Kg, sedangkan bobot rata rata betinanya 700 kg. Sapi ini juga mempunyai tingkat produktivitas dalam berkembang biak yang sangat bagus, dimana betinannya mempunyai kemampuan yang sangat bagus untuk berkembang biak dan menyusui anaknya
c.       Diamond Liousine Merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. Sapi jenis inilah yang merajai pasar-pasar sapi di Indonesia dan merupakan sapi primadona untuk penggemukan dengan harganya relatif mahal karena sapi ini mempunyai tingkat ADG yang tinggi.
d.      Beef master merupakan persilanagan antara sapi Brahman-Hereford-shorthorn yang dikembangkan pertama kali oleh Mr. Lasater. Kombinasi antara ketiga sapi diatas menghasilkan sapi yang superior.
e.       Shorthorn Sapi ini dikembangkan di negara Inggris. Bobot jantan rata-rata 1100 kg sedangkan bobot betina rata-rata 850 kg dengan warna merah, putih, merah dan putih. Mempunyai bentuk putting susu yang baik dan produksi susunya pun baik. Anaknya kecil , namun akan tumbuh dengan cepat besar. Kualitas dagingnya baik. Berasal dari Inggris bagian Utara, sebagai sapi perah. Di eksport ke Amerika pertama kali pada tahun 1780. Disebut juga sebagai sapi jenis DURHAM.
f.       Sapi PO (singkatan dari Peranakan Ongole), di pasaran juga sering disebut sebagai Sapi Lokal atau Sapi Jawa atau Sapi Putih. Sapi PO ini hasil persilangan antara pejantan sapi Sumba Ongole (SO) dengan sapi betina Jawa yang berwarna putih. Sapi Ongole (Bos Indicus) sebenarnya berasal dari India, termasuk tipe sapi pekerja dan pedaging yang disebarkan di Indonesia sebagai sapi Sumba Ongole (SO).
Warna bulu sapi Ongole sendiri adalah putih abu-abu dengan warna hitam di sekeliling mata, mempunyai gumba dan gelambir yang besar menggelantung, saat mencapai umur dewasa yang jantan mempunyai berat badan kurang dari 600 kg dan yang betina kurang dari 450 kg.
Bobot hidup Sapi Peranakan Ongole (PO) bervariasi mulai 220 kg hingga mencapai sekitar 600 kg. 
Saat ini Sapi PO yang murni mulai sulit ditemukan, karena telah banyak disilangkan dengan sapi Brahman. Oleh karena itu sapi PO sering diartikan sebagai sapi lokal berwarna putih (keabu-abuan), berkelasa dan gelambir. 
Sesuai dengan induk persilangannya, maka Sapi PO terkenal sebagai sapi pedaging dan sapi pekerja, mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perbedaan kondisi lingkungan, memiliki tenaga yang kuat dan aktivitas reproduksi induknya cepat kembali normal setelah beranak, jantannya memiliki kualitas semen yang baik. 
Keunggulan sapi PO ini antara lain : Tahan terhadap panas, tahan terhadap ekto dan endoparasit; Pertumbuhan relatif cepat walau pun adaptasi terhadap pakan kurang; Prosentase karkas dan kualitas daging baik.
Sapi PO ini SUDAH diternakkan di DOMPI, dan menjadi salah satu primadona utama, relatif paling banyak dicari di pasaran.
g.      Sapi Bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil penjinakan (domestikasi) banteng liar yang telah dilakukan sejak akhir abad ke 19 di Bali, sehingga sapi jenis ini dinamakan Sapi Bali. 
Sebagai "mantan" keturunan banteng, sapi Bali memiliki warna dan bentuk persis seperti banteng. Kaki sapi Bali jantan dan betina berwarna putih dan terdapat telau, yaitu bulu putih di bagian pantat dan bulu hitam di sepanjang punggungnya. Sapi Bali tidak berpunuk, badannya montok, dan dadanya dalam.
Sapi Bali jantan bertanduk dan berbulu warna hitam kecuali kaki dan pantat. Berat sapi Bali dewasa berkisar 350 hingga 450 kg, dan tinggi badannya 130 sampai 140 cm. Sapi Bali betina juga bertanduk dan berbulu warna merah bata kecuali bagian kaki dan pantat. Dibandingkan dengan sapi Bali jantan, sapi Bali betina relatif lebih kecil dan berat badannya sekitar 250 hingga 350 kg.
Sewaktu lahir, baik sapi Bali jantan maupun betina berwarna merah bata. Setelah dewasa, warna bulu sapi Bali jantan berubah menjadi hitam karena pengaruh hormon testosteron. Karena itu, bila sapi Bali jantan dikebiri, warna bulunya yang hitam akan berubah menjadi merah bata. 
Keunggulan sapi Bali ini antara lain : Daya tahan terhadap panas tinggi; Pertumbuhan tetap baik walau pun dengan pakan yang jelek; Prosentase karkas tinggi dan kualitas daging baik; Reproduksi dapat beranak setiap tahun.
Sapi Bali ini SUDAH diternakkan di DOMPI, dan menjadi salah satu primadona, karena digemari masyarakat.
h.      Sapi BX (Brahman Cross), adalah ternak sapi hasil domestikasi/penjinakan sapi Brahmanyang dikembangkan di Amerika dan Australia dan disilangkan dengan berbagai jenis sapi lainnya, seperti sapi Shorthorn, sapi Santa Gertrudis, Droughmaster, Hereford, Simmental, dan sapi Limousin. Hasil silangan ini kemudian disilangkan lagi dengan sapi Brahman sehingga campuran darah dalam setiap keturunan sangat bervariasi. 
Model yang diterapkan dalam pelaksanaan pengembangan sapi Brahman Cross adalah menghasilkan ternak sapi yang memiliki pertumbuhan baik dan tahan terhadap iklim tropis serta tahan terhadap penyakit/hama penyebab penyakit, kutu dan tunggau.
Oleh karena itu, sapi ini cocok dikembangkan di Indonesia yang beriklim tropis.
Warna kulit sapi ini sangat bervariasi antara lain putih abu-abu, hitam, coklat, merah, kuning, bahkan loreng seperti harimau. Pasar tradisional tertentu masih ada yang "fanatik" dengan warna kulit, sehingga dengan banyaknya variasi warna kulit sapi ini bisa memenuhi selera tiap-tiap pasar yang cenderung masih spesifik. Sapi Brahman Cross mulai diimport Indonesia (Sulawesi) dari Australia pada tahun 1973. Pada tahun 1975, sapi Brahman cross didatangkan ke pulau Sumba dengan tujuan utama untuk memperbaiki mutu genetik sapi Ongole di pulau Sumba. Importasi Brahman cross dari Australia untuk UPT perbibitan (BPTU Sumbawa) dilakukan pada tahun 2000 dan 2001 dalam rangka revitalisasi UPT. Penyebaran di Indonesia dilakukan secara besar-besaran mulai tahun 2006 dalam rangka mendukung program percepatan pencapaian swasembada daging sapi. 
Dengan pemeliharaan secara intensif yaitu dengan kandang yang sesuai dan pakan yang berkualitas serta iklim yang menunjang, sapi ini sangat bagus pertumbuhannya. Average Daily Gain (ADG) Brahman Cross berkisar antara 1,0 - 1,8 kg/hari. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa mencapai 2 kg/hari. Dibandingkan dengan sapi lokal terutama PO (Peranakan Ongole) yang ADG nya hanya berkisar 0,4 - 0,8 kg/hari tentunya sapi ini lebih menguntungkan untuk fattening (penggemukan). 
Karkas Brahman Cross bervariasi antara 45% - 55% tergantung kondisi sapi saat timbang hidup dan performance tiap individunya. Pemeliharaan ideal untuk fattening adalah selama 60-70 hari untuk sapi betina, sedangkan untuk jantannya antara 80-90 hari, karena apabila digemukkan terlalu lama maka perkembangannya akan semakin lambat dan akan terjadi perlemakan dalam daging (marbling) yang hal ini di pasar lokal (RPH) tradisional kurang disukai oleh customer. 
Dari berbagai keunggulan tersebut di atas, dewasa ini di Indonesia terutama di wilayah Jawa Barat dan Sumatera banyak bermunculan Feedlot yang secara intensif menggemukan sapi Jenis Brahman Cross ini. Sapi jenis ini belum diternakkan di DOMPI

Tidak ada komentar: